
![]() |
SAKSI AHLI UNHAS UNGKAP CACAT HUKUM DALAM KASUS PENGANIAYAAN ANAK DI PN PAREPARE |
NARASIRAKYAT --- Sidang kasus dugaan tindak pidana kekerasan terhadap anak dan penganiayaan ringan dengan terdakwa Agus Bin Sanrang kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Parepare, Selasa (24/6/2025). Dalam persidangan ini, Saksi Ahli dari Universitas Hasanuddin (UNHAS), Dr. Makka HM, S.H., M.H., M.Kn., dihadirkan oleh kuasa hukum terdakwa untuk memberi pandangan hukum terkait prosedur penyidikan dan unsur pidana dalam kasus tersebut.
Dalam keterangannya, Dr. Makka menegaskan pentingnya pemenuhan dua unsur pidana — actus reus dan mens rea — agar seseorang dapat dinyatakan sebagai terdakwa. Ia menyebut jika tidak ada niat jahat (mens rea), maka seharusnya perkara dengan luka ringan seperti ini dapat dikategorikan sebagai pidana ringan dan diselesaikan melalui jalur restorative justice.
Dr. Makka juga mengkritisi pelanggaran prosedur hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, mulai dari tidak disampaikannya SPDP kepada keluarga terdakwa hingga pengabaian aturan tentang restorative justice sebagaimana diatur dalam Perma No. 2 Tahun 2012 dan Nota Kesepakatan Bersama tahun 2012.
Penasihat hukum dari LBH LMR-RI Sulsel, Andi Idham J. Gaffar, S.H., M.H., menegaskan bahwa mereka akan membela terdakwa hingga akhir secara profesional dan konstitusional. Di sisi lain, JPU tetap menanyakan dengan tegas dugaan pengancaman menggunakan pipa, yang dibantah oleh terdakwa.
Sebelumnya, JPU telah membacakan tuntutan pidana selama 7 bulan dengan masa potong tahanan pada Rabu (18/6/2025), dan sidang selanjutnya akan digelar Rabu (25/6/2025) dengan agenda pembacaan pleidoi oleh kuasa hukum terdakwa.
5 FAKTA MENARIK:
-
Saksi Ahli Dr. Makka merupakan dosen pidana dari Fakultas Hukum UNHAS.
-
Ia menyebut prosedur penyidikan dan penetapan tersangka dalam kasus ini cacat hukum dan unprosedural.
-
SPDP dan surat penetapan tersangka tidak disampaikan ke terdakwa maupun keluarga.
-
Saksi menekankan pentingnya penerapan restorative justice dalam kasus pidana ringan.
-
Tuntutan JPU: 7 bulan penjara, sidang pleidoi dijadwalkan pada 25 Juni 2025.
"Keadilan bukan hanya soal hukuman, tapi bagaimana hukum ditegakkan secara adil, benar, dan beradab."