• Jelajahi

    Copyright © NARASI RAKYAT
    Best Viral Premium Blogger Templates


     


     


     


     


     


     


     


     

    Iklan

    Mahasiswa Sulsel Suarakan Kebenaran Sejarah Saatnya Tokoh Lokal Diangkat Jadi Pahlawan Nasional

    Satry Polang
    Minggu, 09 November 2025, November 09, 2025 WIB Last Updated 2025-11-10T04:49:23Z
    masukkan script iklan disini
    banner 728x250


    Mahasiswa Sulsel Suarakan Kebenaran Sejarah Saatnya Tokoh Lokal Diangkat Jadi Pahlawan Nasional



    NARASIRAKYAT, Makassar, 7 November 2025 — Gelombang kritik terhadap wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto, kini bergema dari kampus-kampus di Sulawesi Selatan. Aliansi BEM Nusantara Wilayah Sulawesi Selatan secara tegas menolak rencana tersebut dan menyerukan agar pemerintah bersikap jujur terhadap sejarah kelam masa Orde Baru yang masih menyisakan luka sosial dan politik bagi bangsa Indonesia.


    Penolakan ini disampaikan sebagai respon terhadap rencana penyusunan Buku Besar Sejarah Indonesia Jilid 9 yang membahas era Orde Baru (1967–1998), di mana narasi yang disusun dinilai masih bias, menutupi kekerasan dan represi yang terjadi di masa itu. Menurut Aliansi, glorifikasi Soeharto dalam sejarah nasional adalah bentuk “pengkhianatan terhadap ingatan kolektif bangsa”.

    “Kami menolak glorifikasi terhadap sosok yang kepemimpinannya justru meninggalkan catatan kelam bagi demokrasi dan hak asasi manusia. Gelar pahlawan nasional harus diberikan kepada mereka yang berjuang dengan integritas, keberanian, dan tanpa noda penyalahgunaan kekuasaan,”
    tegas Irshan, Sekretaris Daerah Aliansi BEM Nusantara Sulawesi Selatan.


    Aliansi BEM Nusantara Sulsel menilai, masa pemerintahan Soeharto tidak bisa dipisahkan dari berbagai pelanggaran hak asasi manusia: peristiwa 1965–1966, Tanjung Priok, Talangsari, penculikan aktivis 1998, hingga praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang menjerat sendi-sendi ekonomi bangsa.


    Upaya pemberian gelar pahlawan, menurut mereka, bukan sekadar penghargaan simbolik, melainkan bentuk legitimasi terhadap pelaku sejarah yang seharusnya masih perlu dipertanggungjawabkan secara moral dan politik. “Rehabilitasi simbolik terhadap rezim lama adalah penghapusan jejak luka bangsa,” tulis pernyataan resmi mereka.


    Dalam momentum ini, Aliansi BEM Nusantara Sulsel juga menyerukan agar pemerintah pusat melalui Kementerian Sosial dan TP2GP (Tim Peneliti, Pengkaji, dan Penetapan Gelar Pahlawan Nasional) memberikan ruang lebih besar bagi tokoh-tokoh pejuang dari daerah Sulawesi Selatan yang telah memberikan kontribusi besar bagi kemerdekaan dan persatuan bangsa, namun belum diangkat secara nasional.


    Beberapa nama yang mereka usulkan antara lain:

    • Andi Abdullah Bau Massepe — Panglima TRI Divisi Hasanuddin yang gugur mempertahankan kemerdekaan.

    • Pajonga Daeng Ngalle — Simbol perlawanan rakyat Takalar melawan penjajah.

    • Andi Pangerang Petta Rani — Pejuang asal Bone yang menjaga keutuhan NKRI di masa awal kemerdekaan.

    • Emmy Saelan — Pahlawan perempuan Sulawesi Selatan yang gugur dalam medan perang.

    • Jenderal (Purn) M. Jusuf — Mantan Panglima ABRI ke-7 dengan dedikasi tinggi pada integrasi nasional.

    Aliansi menilai tokoh-tokoh tersebut layak mendapatkan pengakuan nasional karena jasa mereka melampaui batas lokalitas dan berkontribusi langsung terhadap pembentukan jati diri bangsa Indonesia.


    Aliansi BEM Nusantara Sulsel menyerukan agar sejarah nasional tidak dijadikan alat legitimasi politik atau romantisme kekuasaan. Mereka mengingatkan bahwa sejarah adalah fondasi moral bangsa yang harus ditulis dengan kejujuran, bukan dengan glorifikasi sepihak.

    “Kita tidak boleh menghapus luka bangsa hanya demi gelar simbolik. Penghargaan kepada pahlawan harus menjadi sarana edukasi moral dan bukan alat politisasi sejarah,”
    lanjut pernyataan resmi tersebut.


    Sebagai langkah konkret, Aliansi BEM Nusantara Sulsel mengajak mahasiswa, akademisi, dan masyarakat untuk aktif melakukan riset sejarah lokal, menulis biografi tokoh pejuang daerah, dan mendorong pemerintah daerah mengusulkan nama-nama tersebut secara resmi ke tingkat nasional.


    Mereka berkomitmen untuk terus mengawal integritas sejarah Indonesia, memastikan bahwa gelar pahlawan nasional hanya diberikan kepada mereka yang benar-benar berjuang tanpa pamrih demi kemerdekaan dan keadilan sosial.


    “Bangsa ini membutuhkan teladan yang jujur, bukan simbol yang menutupi kebenaran. Menghormati pahlawan sejati berarti menghargai kebenaran sejarah — dan dari situlah masa depan bangsa akan berdiri tegak.”

    Komentar

    Tampilkan