![]() |
Akhir Sengketa Puluhan Tahun Konflik Lahan PT BULS Bersama Petani Wala Temui Titik Terang |
NARASIRAKYAT — Pemerintah Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) kembali menegaskan perannya sebagai mediator aktif dalam penyelesaian konflik agraria. Melalui Rapat Koordinasi Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA), Pemkab Sidrap memfasilitasi pertemuan antara PT BULS dan kelompok petani Kampung Wala, Kecamatan Pitu Riase, yang digelar pada Senin, 22 Desember 2025, di Baruga Rumah Jabatan Bupati Sidrap.
Rapat dipimpin langsung oleh Bupati Sidrap, Syaharuddin Alrif, sebagai bentuk komitmen pemerintah daerah untuk menghadirkan solusi yang adil, berbasis data, serta menjunjung tinggi kepastian hukum. Pertemuan ini merupakan kelanjutan dari serangkaian dialog sebelumnya yang telah difasilitasi pemerintah guna mengakhiri sengketa lahan yang telah berlangsung cukup lama.
“Tujuan utama kita adalah menemukan jalan keluar berdasarkan data dan fakta, agar persoalan ini tuntas dan tidak berlarut-larut serta tidak menimbulkan konflik sosial di masyarakat,” tegas Bupati Syaharuddin Alrif dalam arahannya.
Rapat koordinasi ini menghadirkan unsur Forkopimda, perangkat daerah, serta pihak-pihak yang berkepentingan. Hadir di antaranya Kapolres Sidrap AKBP Fantry Taherong, Kajari Sidrap Adhy Kusumo Wibowo, Sekda Sidrap Andi Rahmat Saleh, Kepala Kantor Pertanahan Sidrap Taufik, serta Kasdim 1420 Mayor Inf Wahyudin, bersama perwakilan PT BULS dan kelompok petani.
Dalam forum tersebut, masing-masing pihak diberikan ruang yang setara untuk menyampaikan pandangan dan perspektif terkait objek lahan yang disengketakan. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Sidrap kemudian memaparkan secara rinci histori legalitas Hak Guna Usaha (HGU) PT BULS, termasuk penjelasan peta lokasi sebelum dan setelah perpanjangan hak.
Dipaparkan bahwa pada tahun 1971, HGU PT BULS tercatat seluas ±11.990 hektare. Setelah perpanjangan hak pada tahun 2002, luasnya menjadi ±6.623,10 hektare, sebagaimana tercantum dalam Sertifikat HGU Nomor 16 Kabupaten Sidrap Tahun 2002. Dari hasil penelusuran peta, lahan yang saat ini dikuasai dan ditanami oleh kelompok petani Kampung Wala diketahui berada di dalam wilayah HGU PT BULS.
Berdasarkan fakta empirik, paparan teknis, serta arahan Forkopimda yang tergabung dalam GTRA, rapat menyepakati sejumlah keputusan penting yang bersifat mengikat bagi kedua belah pihak. Kesepakatan ini diharapkan menjadi titik temu penyelesaian konflik agraria secara damai, terukur, dan bermartabat.
Lima Fakta Menarik dari Kesepakatan GTRA Sidrap
Berbasis Data Resmi Negara
Seluruh keputusan merujuk pada peta dan Sertifikat HGU Nomor 16 Tahun 2002 yang diterbitkan oleh ATR/BPN.Pendekatan Humanis dan Transisional
PT BULS memberikan kelonggaran kepada petani untuk tetap memanfaatkan lahan hingga 31 Desember 2025.Kampung Wala di Luar HGU
Berdasarkan peta sertifikat, wilayah Kampung Wala secara administratif tidak termasuk dalam area HGU PT BULS.Jalur Hukum Tetap Terbuka
GTRA tidak menghalangi pihak mana pun yang ingin menempuh upaya hukum perdata melalui ATR/BPN.Keputusan Bersifat Mengikat
Kesepakatan menjadi pedoman resmi bagi PT BULS dan kelompok petani sebagai bentuk kehadiran negara dalam penyelesaian konflik agraria.
Bupati Syaharuddin Alrif menegaskan bahwa penyelesaian ini merupakan wujud nyata kehadiran pemerintah dalam menjaga stabilitas sosial dan kepastian hukum di tengah masyarakat. Ia berharap seluruh pihak dapat menghormati dan melaksanakan kesepakatan secara bertanggung jawab.
“Ini bukan sekadar soal lahan, tetapi soal keadilan, ketertiban, dan masa depan bersama. Pemerintah ingin semua pihak merasa dilindungi dan dihargai,” ujarnya.
Keputusan ini sekaligus menegaskan peran strategis Gugus Tugas Reforma Agraria sebagai instrumen negara dalam menata ulang konflik agraria secara berkeadilan, transparan, dan berorientasi pada penyelesaian jangka panjang.
Kesepakatan antara PT BULS dan petani Kampung Wala menjadi bukti bahwa konflik agraria tidak harus berujung pada ketegangan sosial. Dengan dialog, keterbukaan data, dan kehadiran negara yang berwibawa, persoalan lama dapat dicarikan solusi yang bermartabat. Sidrap memberi contoh bahwa reforma agraria bukan hanya soal pembagian lahan, tetapi tentang keadilan, keberanian mengambil keputusan, dan keberpihakan pada stabilitas sosial.




