
![]() |
Presma UINAM Kecam Razia Plat Aceh di Sumut! Bobby Tunjukkan “Arogansi Kekuasaan”, Diminta Pemerintah Pusat Turun Tangan |
NARASIRAKYAT, Makassar — Presiden Mahasiswa Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (Presma UINAM), Muh. Zulhamdi Suhafid, pada Kamis (2/10/2025) mengkritik keras aksi penghentian kendaraan berpelat Aceh (BL) yang viral di Sumatera Utara. Zulhamdi menilai tindakan yang terlihat dalam video itu sarat arogansi kekuasaan dan berpotensi memecah-belah persatuan bangsa, sehingga ia meminta pemerintah pusat menghentikan praktik yang dinilai diskriminatif tersebut.
Menurut keterangan yang disampaikan Zulhamdi, Indonesia adalah negara kesatuan — hak warga untuk bergerak bebas lintas daerah harus dihormati. “Razia plat Aceh masuk Sumut adalah bentuk kebijakan diskriminatif dan mencerminkan arogansi kekuasaan. Bobby seolah ingin menunjukkan kekuatan politiknya, padahal tindakan ini hanya melukai semangat persaudaraan bangsa,” tegas Presma UINAM.
Peristiwa yang memicu kontroversi itu bermula ketika rombongan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution terlihat menghentikan dan meminta truk berpelat BL (Aceh) berganti pelat BK/BB (Sumut) saat peninjauan di beberapa ruas jalan — video aksi itu kemudian viral di media sosial. Pemerintah Provinsi Sumut menyebut aksi ini sebagai bagian dari sosialisasi dan upaya menertibkan kendaraan perusahaan yang beroperasi di wilayahnya agar pajak kendaraan masuk ke kas daerah.
Bobby menegaskan kebijakan itu bukan bernada sentimen wilayah, melainkan untuk memastikan perusahaan yang berdomisili dan beroperasi di Sumut menggunakan pelat BK atau BB, bukan kendaraan yang hanya melintas. Menurut penjelasan gubernur, penerapan aturan semacam ini sedang dikaji dan akan disosialisasikan menjelang implementasi yang direncanakan pada 2026.
Tindakan itu memicu reaksi cepat: anggota DPR meminta Gubernur Bobby menghentikan praktik penghentian kendaraan berplat BL sementara mekanisme dan aturan jelas belum final. DPR menilai perlu adanya koordinasi dan klarifikasi agar tidak memicu gesekan antardaerah.
Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem) menanggapi dengan nada menenangkan dan meminta pihaknya tetap sabar; sejumlah senator dan tokoh Aceh mengingatkan agar langkah demikian tidak memicu sentimen kedaerahan. Pengamat dan akademisi transportasi juga menilai penindakan semacam itu berisiko salah kaprah karena ranah penegakan lalu lintas berada di kewenangan aparat kepolisian.
Beberapa laporan media dan pengamat menegaskan bahwa pengaturan lalu lintas dan penindakan pelanggaran di jalan diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan — sehingga kepala daerah yang melakukan tindakan penghentian di jalan berisiko dipersepsikan melampaui kewenangan jika tidak ada koordinasi dengan kepolisian dan instansi terkait.
Penghentian kendaraan berdasarkan asal pelat nomor berpotensi menimbulkan dua risiko utama: (1) menimbulkan sentimen kedaerahan yang merusak hubungan antardaerah; dan (2) berpotensi menimbulkan masalah hukum karena pola penegakan yang belum didukung instrumen kebijakan yang jelas. Di sisi lain, pemerintah provinsi menyatakan tujuan kebijakan adalah menjaga penerimaan daerah untuk memperbaiki infrastruktur jalan—argument yang dipakai untuk membenarkan penertiban administratif.
5 Fakta Menarik
-
Peristiwa viral: Video rombongan Gubernur Sumut menghentikan truk berpelat BL (Aceh) menjadi viral akhir September 2025 dan memicu perdebatan nasional.
-
Penjelasan Pemprov Sumut: Bobby mengatakan tindakan itu bagian sosialisasi aturan agar perusahaan yang beroperasi di Sumut memakai pelat BK/BB; ia menegaskan ini bukan sentimen wilayah.
-
Desakan politik: DPR meminta Gubernur Bobby menghentikan razia tersebut sampai ada aturan yang jelas dan koordinasi lintas-institusi.
-
Isu hukum: Beberapa pengamat menilai penindakan semacam itu rawan salah kaprah karena kewenangan penegakan lalu lintas berada pada kepolisian menurut UU No. 22/2009.
-
Reaksi Aceh: Gubernur Aceh Muzakir Manaf merespons secara tenang, namun senator dan tokoh Aceh mengingatkan agar kebijakan tidak memicu sentimen kedaerahan.
Isu ini mengingatkan bahwa tata kelola publik yang baik harus berjalan beriringan dengan kehati-hatian politik: penegakan aturan tanpa koordinasi dan tanpa rasa keadilan bisa menimbulkan luka sosial yang jauh lebih mahal daripada nilai PAD sementara. Persatuan bangsa tetap butuh lebih banyak dialog, koordinasi antar-lembaga, dan empati antardaerah — itulah modal terpenting untuk melindungi keutuhan NKRI.