• Jelajahi

    Copyright © NARASI RAKYAT
    Best Viral Premium Blogger Templates


     


     


     

    Iklan

    MEMANTIK KESADARAN PUBLIK Sidrap Menuju “Lumbung Ulama”

    Satry Polang
    Senin, 15 September 2025, September 15, 2025 WIB Last Updated 2025-09-15T20:25:37Z
    masukkan script iklan disini
    banner 728x250


    Oleh: Haidir Fitra Siagian
    (Dosen Komunikasi Politik, Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar)


    Sidrap: Dari Lumbung Pangan Menuju Lumbung Ulama

    Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) selama ini dikenal luas sebagai lumbung pangan Sulawesi Selatan, penyumbang utama beras dan telur bagi provinsi ini. Namun, sebuah gagasan baru mencuat: menjadikan Sidrap bukan hanya lumbung pangan, tetapi juga “lumbung ulama”.

    Gagasan tersebut lahir dari Bupati Sidrap, Syaharuddin Alrif, saat membuka Kemah Tahfidz dan Bahasa VIII Pesantren Muhammadiyah/Aisyiyah, 13 September 2025 di Masjid Agung Sidrap. Pernyataan ini sontak memantik perhatian ribuan warga Muhammadiyah, aparat pemerintah, tokoh masyarakat, hingga santri dari berbagai daerah di Sulsel.


    “Lumbung Ulama”: Metafora dengan Visi Besar

    Kata lumbung biasanya diidentikkan dengan tempat menyimpan padi sebagai sumber kehidupan. Dalam konteks ini, lumbung ulama adalah metafora yang melambangkan daerah yang melahirkan banyak ulama, sumber cahaya moral dan spiritual bagi masyarakat.



    Sidrap sendiri memiliki modal sejarah keulamaan yang kuat. Dari bumi Nene Mallomo lahir:

    • Prof. M. Quraish Shihab, pakar tafsir Al-Qur’an dan mantan Menteri Agama RI.

    • Syekh Ali Mathar, ulama karismatik awal abad ke-20.

    • KH. Abd Muin Yusuf, tokoh pesantren Sidrap.

    • Syekh Bojo (Syekh Abdul Rahman), penyebar Islam di Sidrap.

    Selain itu, tradisi keulamaan Muhammadiyah juga kuat, misalnya KH. Nasruddin Razak, KH. Abd. Jabbar Asyiri, hingga Prof. Dr. H. Ambo Asse, Ketua PW Muhammadiyah Sulsel.


    Signifikansi Politik dari Sebuah Gagasan

    Ada tiga alasan mengapa gagasan Bupati Syaharuddin Alrif ini penting:

    1. Keluar dari pola lama – Kepala daerah biasanya fokus pada pembangunan fisik atau ekonomi. Namun Syaharuddin menekankan pembangunan rohani.

    2. Latar belakang politik – Ia berasal dari partai nasionalis, bukan partai berbasis Islam. Mengusung “lumbung ulama” menunjukkan keberanian politik yang tak lazim.

    3. Visi jangka panjang – Di tengah politik instan, gagasan ini berorientasi pada warisan spiritual, bukan hanya infrastruktur.


    Perspektif Komunikasi Politik

    Dari sudut pandang komunikasi politik, gagasan ini memuat nilai positif:

    • Menempatkan spiritualitas dalam kerangka pembangunan daerah.

    • Menjembatani agama dan pembangunan ekonomi.

    • Memberikan optimisme bahwa politik bisa melahirkan legacy moral, bukan sekadar perebutan kekuasaan.


    Harapan: Dari Wacana Menjadi Aksi Nyata

    Program lumbung ulama tentu harus diikuti langkah konkret:

    • Perumusan naskah akademik bersama akademisi, ormas Islam, dan pesantren.

    • Penguatan lembaga pendidikan Islam, dari madrasah hingga perguruan tinggi.

    • Dukungan anggaran dan regulasi yang jelas.

    Ulama bukan hanya simbol, tetapi pengawal moral bangsa. Mereka adalah opinion leader yang suaranya lebih sering didengar ketimbang pejabat formal.


    Sejarah membuktikan, Sidrap punya modal besar untuk melahirkan ulama. Kini tinggal bagaimana gagasan ini tidak berhenti sebagai retorika, melainkan diwujudkan secara nyata. Jika berhasil, Sidrap bukan hanya memberi makan bangsa dengan beras dan telur, tetapi juga memberi cahaya dengan lahirnya ulama-ulama besar.


    Karena pada akhirnya, bangsa yang kokoh tidak hanya ditopang pangan, melainkan juga oleh iman, ilmu, dan ulama yang berintegritas. 

    Komentar

    Tampilkan