
![]() |
Dari Harapan ke Kekecewaan! 5 Fakta Pahit di Balik Gagalnya Indonesia ke Piala Dunia 2026 |
NARASIRAKYAT, Jeddah, 12 Oktober 2025 — Harapan besar publik Indonesia untuk menyaksikan Merah Putih tampil di Piala Dunia 2026 resmi pupus. Dalam laga kualifikasi putaran keempat yang berlangsung di Stadion King Abdullah Sports City, Jeddah, Minggu (12/10/2025) dini hari WIB, Timnas Indonesia harus mengakui keunggulan Irak dengan skor tipis 0–1.
Gol semata wayang dicetak oleh gelandang muda Irak, Zidane Iqbal, pada menit ke-76. Hasil ini menempatkan Indonesia di posisi juru kunci Grup B dengan nol poin dari dua pertandingan, di bawah Arab Saudi dan Irak yang sama-sama mengoleksi tiga poin. Dengan hanya juara grup yang berhak lolos langsung, perjalanan Indonesia pun berakhir lebih cepat dari harapan.
Pelatih Patrick Kluivert menurunkan skuad terbaiknya, termasuk sejumlah pemain naturalisasi yang diharapkan menjadi pembeda. Namun, sepanjang pertandingan, Indonesia kesulitan menembus lini pertahanan Irak yang solid dan disiplin.
Sementara itu, pasukan Graham Arnold tampil taktis dan efisien, memanfaatkan setiap celah dalam transisi cepat. Gol Zidane Iqbal berawal dari kesalahan umpan di lini tengah Indonesia yang langsung dihukum dengan penyelesaian klinis.
Meskipun secara statistik Indonesia sempat unggul dalam penguasaan bola, namun serangan yang dibangun jarang berujung peluang berbahaya. Kreativitas di lini tengah menjadi masalah krusial yang belum terpecahkan sejak awal era Kluivert.
Kritik Menggema: Tagar #KluivertOut Jadi Trending di Media Sosial
Begitu peluit akhir berbunyi, media sosial langsung dibanjiri tagar #KluivertOut. Suporter menilai strategi dan pendekatan taktik pelatih asal Belanda itu gagal total.
Beberapa kritik tajam yang mencuat di dunia maya dan media nasional antara lain:
-
Gagal Lolos ke Piala Dunia 2026.
Kekalahan dari Irak menegaskan bahwa misi besar menuju panggung dunia kembali kandas, seperti dilaporkan Tribunnews.com. -
Taktik yang Monoton.
Tempo.co mencatat bahwa formasi Kluivert seringkali mudah ditebak, tanpa variasi dalam skema serangan maupun pergantian pemain. -
Perbandingan dengan Era Sebelumnya.
Banyak suporter membandingkan performa tim saat diasuh pelatih lokal yang dinilai lebih memahami karakter pemain, seperti dikutip Kompas.id. -
Minimnya Adaptasi terhadap Lawan.
Dalam dua laga, Indonesia gagal menunjukkan fleksibilitas permainan melawan tim-tim Timur Tengah yang dikenal kuat secara fisik. -
Kurangnya Respons Emosional di Pinggir Lapangan.
Kluivert dianggap terlalu tenang bahkan ketika timnya dalam tekanan, membuat suporter merindukan figur pelatih yang berapi-api dan memotivasi pemain di tengah laga.
Perjalanan Indonesia sejatinya sempat penuh harapan. Di putaran kedua, skuad Garuda tampil mengesankan dengan finis di posisi kedua Grup F di bawah Irak. Namun, momentum itu gagal dipertahankan.
Memasuki putaran keempat, kekalahan beruntun dari Arab Saudi (0–2) dan Irak (0–1) membuat posisi Indonesia tak lagi bisa diselamatkan. Tekanan besar pun mengarah ke kursi pelatih.
Kluivert sendiri dalam konferensi pers pascalaga menegaskan bahwa dirinya tetap bangga terhadap perjuangan para pemain.
“Mereka telah memberikan segalanya di lapangan. Kami kalah karena detail kecil, bukan karena kurang semangat,” ujar Kluivert dikutip Kompas.tv.
Namun, pernyataan itu tidak cukup meredam amarah publik yang merasa permainan timnas stagnan dan tak menunjukkan progres nyata.
5 Fakta Menarik Usai Kekalahan Indonesia dari Irak
-
Zidane Iqbal mencetak gol debutnya untuk Irak di laga resmi FIFA.
-
Indonesia gagal mencetak gol dalam dua laga beruntun di putaran keempat.
-
Patrick Kluivert menjadi pelatih ketiga berturut-turut yang gagal membawa Indonesia melewati babak kualifikasi zona Asia.
-
Timnas mencatat akurasi umpan hanya 76%, terendah sejak 2024.
-
Tagar #KluivertOut menembus trending topik nomor 1 di X (Twitter) Indonesia dalam waktu dua jam pasca-laga.
Meski hasil ini mengecewakan, beberapa pihak menilai kegagalan ini harus menjadi momentum pembenahan jangka panjang. Fokus pembinaan usia muda, kompetisi yang berkelanjutan, dan keberanian memberikan ruang bagi pelatih lokal dinilai bisa menjadi arah baru sepak bola nasional.
Kluivert mungkin gagal membawa Garuda terbang ke Piala Dunia, namun perjuangan dan semangat para pemain tetap menjadi modal berharga untuk masa depan.