
![]() |
Ekoteologi Jadi Solusi Hijau dari Kampus! Presiden Mahasiswa UIN Makassar Gaungkan Aksi Nyata untuk Selamatkan Lingkungan |
NARASIRAKYAT, Makassar, 10 Oktober 2025 — Dalam menghadapi tantangan global berupa krisis iklim dan degradasi lingkungan, Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar mulai mengarahkan perhatian pada pendekatan baru yang menggabungkan spiritualitas dan ekologi. Melalui gagasan yang diusung Presiden Mahasiswa UIN Alauddin Makassar, Muh. Zulhamdi Suhafid, kampus ini bertekad menjadi pusat gerakan hijau berbasis nilai keislaman dengan konsep ekoteologi.
Dalam wawancaranya melalui telepon, Zulhamdi menegaskan bahwa krisis lingkungan bukan sekadar masalah teknis, melainkan persoalan moral dan spiritual.
“Krisis lingkungan bukan hanya soal kebijakan, tapi soal keimanan dan tanggung jawab kita sebagai khalifah di bumi. Menjaga alam adalah bagian dari ibadah,” ujarnya tegas.
Sebagai Presiden Mahasiswa, Zulhamdi melihat kampus bukan hanya ruang akademik, tetapi juga laboratorium perubahan sosial. Menurutnya, UIN Makassar memiliki tiga modal besar untuk menjadi pelopor gerakan hijau:
-
Basis keilmuan agama yang kuat,
-
Energi dan idealisme mahasiswa, serta
-
Jaringan luas lintas organisasi dan komunitas.
“UIN Alauddin Makassar punya potensi besar menjadi role model. Kita ingin menunjukkan bahwa semangat hijau bisa lahir dari nilai-nilai Islam,” tambahnya.
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UIN Makassar di bawah kepemimpinan Zulhamdi telah menyiapkan serangkaian program berbasis aksi dan edukasi lingkungan. Beberapa di antaranya meliputi:
-
Gerakan “Kampus Hijau” — penanaman pohon, penghijauan area kampus, serta pengurangan penggunaan plastik sekali pakai.
-
Kajian dan Diskusi Ekoteologi — menghadirkan dosen, aktivis, dan pemikir Islam untuk mengkaji hubungan antara teologi dan ekologi.
-
Kolaborasi Lintas Komunitas — bekerja sama dengan lembaga lingkungan, pesantren, dan ormas Islam dalam kegiatan aksi bersih dan advokasi.
-
Integrasi dalam Kurikulum — mendorong agar konsep ekoteologi masuk dalam kegiatan pembinaan mahasiswa.
-
Edukasi Digital — kampanye di media sosial bertema “Hijau Itu Iman” untuk menumbuhkan kesadaran ekologis di kalangan generasi muda.
Konsep ekoteologi (eco-theology) merupakan pendekatan yang menafsirkan kembali ajaran agama untuk menjawab persoalan ekologis. Dalam Islam, hal ini berkaitan dengan tanggung jawab manusia sebagai khalifah fil ardh (pemimpin di bumi) yang wajib menjaga keseimbangan alam.
“Bumi bukan hanya tempat tinggal, tapi amanah dari Tuhan. Saat kita merusaknya, kita sedang mengkhianati tanggung jawab spiritual kita,” jelas Zulhamdi.
Pendekatan ini dianggap penting karena dapat membentuk kesadaran ekologis jangka panjang. Jika ilmu ekologi berbicara tentang cara menjaga bumi, maka ekoteologi mengajarkan mengapa bumi harus dijaga — yaitu karena ia adalah bagian dari ibadah dan amanah Ilahi.
5 Fakta Menarik tentang Gerakan Ekoteologi di UIN Makassar
-
UIN Alauddin Makassar menjadi kampus pertama di Sulawesi Selatan yang secara terbuka mengusung konsep ekoteologi dalam gerakan mahasiswa.
-
Konsep ini terinspirasi dari ayat Al-Qur’an (QS. Al-A’raf: 56) yang menyerukan agar manusia tidak membuat kerusakan di bumi setelah Tuhan memperbaikinya.
-
Gerakan Kampus Hijau akan melibatkan lebih dari 2.000 mahasiswa dalam tahap awal pelaksanaannya.
-
Tagar #EkoteologiUINMakassar sempat trending lokal di media sosial X (Twitter) usai seruan Presiden Mahasiswa dirilis.
-
Dukungan dosen dan alumni mulai berdatangan, termasuk rencana kolaborasi dengan lembaga lingkungan seperti WALHI dan Dompet Dhuafa Hijau.
Zulhamdi menutup pernyataannya dengan menyerukan kolaborasi seluruh elemen kampus — mulai dari pimpinan universitas, dosen, tenaga kependidikan, hingga mahasiswa — untuk bersama membangun budaya ramah lingkungan yang berlandaskan iman.
“Perubahan besar selalu dimulai dari langkah kecil. Dan langkah kecil itu bisa dimulai dari kampus kita sendiri,” pungkasnya.
Gerakan ini tidak hanya menjadi bagian dari tanggung jawab sosial mahasiswa, tetapi juga wujud nyata dari ajaran Islam yang menempatkan manusia sebagai penjaga bumi, bukan perusaknya.